Rabu, 04 Desember 2013

Panglima Perang Suku Dayak, Pangkalima Burung





Dalam masyarakat Dayak, dipercaya ada ada suatu makhluk yang disebut-sebut sangat agung, sakti, ksatria, dan berwibawa. Sosok tersebut konon menghuni gunung di pedalaman Kalimantan, bersinggungan dengan alam gaib. Pemimpin spiritual, panglima perang, guru, dan tetua yang diagungkan. Ialah panglima perang Dayak, Panglima Burung, yang disebut Pangkalima oleh orang Dayak pedalaman.

Ada banyak sekali versi cerita mengenai sosok ini, terutama setelah namanya mencuat saat kerusuhan Sambas dan Sampit. Ada yang menyebutkan ia telah hidup selama beratus-ratus tahun dan tinggal di perbatasan antara Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Ada pula kabar tentang Panglima Burung yang berwujud gaib dan bisa berbentuk laki-laki atau perempuan tergantung situasi. Juga mengenai sosok Panglima Burung yang merupakan tokoh masyarakat Dayak yang telah tiada, namun dapat rohnya dapat diajak berkomunikasi lewat suatu ritual. Hingga cerita yang menyebutkan ia adalah penjelmaan dari Burung Enggang, burung yang dianggap keramat dan suci di Kalimantan.

Selain banyaknya versi cerita, di penjuru Kalimantan juga ada banyak orang yang mengaku sebagai Panglima Burung, entah di Tarakan, Sampit, atau pun Pontianak. Namun setiap pengakuan itu hanya diyakini dengan tiga cara yang berbeda; ada yang percaya, ada yang tidak percaya, dan ada yang ragu-ragu. Belum ada bukti otentik yang memastikan salah satunya adalah benar-benar Panglima Burung yang sejati.

Banyak sekali isu dan cerita yang beredar, namun ada satu versi yang menurut saya sangat pas menggambarkan apa dan siapa itu Penglima Burung. Ia adalah sosok yang menggambarkan orang Dayak secara umum. Panglima Burung adalah perlambang orang Dayak. Baik itu sifatnya, tindak-tanduknya, dan segala sesuatu tentang dirinya.

Lalu bagaimanakah seorang Panglima Burung itu, bagaimana ia bisa melambangkan orang Dayak? Selain sakti dan kebal, Panglima Burung juga adalah sosok yang kalem, tenang, penyabar, dan tidak suka membuat keonaran. Ini sesuai dengan tipikal orang Dayak yang juga ramah dan penyabar, bahkan kadang pemalu. Cukup sulit untuk membujuk orang Dayak pedalaman agar mau difoto, kadang harus menyuguhkan imbalan berupa rokok kretek.

Dan kenyataan di lapangan membuyarkan semua stereotipe terhadap orang Dayak sebagai orang yang kejam, ganas, dan beringas. Dalam kehidupan bermasyarakat, orang Dayak bisa dibilang cukup pemalu, tetap menerima para pendatang dengan baik-baik, dan senantiasa menjaga keutuhan warisan nenek moyang baik religi maupun ritual. Seperti Penglima Burung yang bersabar dan tetap tenang mendiami pedalaman, masyarakat Dayak pun banyak yang mengalah ketika penebang kayu dan penambang emas memasuki daerah mereka. Meskipun tetap kukuh memegang ajaran leluhur, tak pernah ada konflik ketika ada anggota masyarakatnya yang beralih ke agama-agama yang dibawa oleh para pendatang. Riuh rendah tak berubah menjadi ketegangan di ruang yang lingkup–yang oleh orang Dayak Ngaju disebut Danum Kaharingan Belum.

Kesederhanaan pun identik dengan sosok Panglima Burung. Walaupun sosok yang diagungkan, ia tidak bertempat tinggal di istana atau bangunan yang mewah. Ia bersembunyi dan bertapa di gunung dan menyatu dengan alam. Masyarakat Dayak pedalaman pun tidak pernah peduli dengan nilai nominal uang. Para pendatang bisa dengan mudah berbarter barang seperti kopi, garam, atau rokok dengan mereka.

Panglima Burung diceritakan jarang menampakkan dirinya, karena sifatnya yang tidak suka pamer kekuatan. Begitupun orang Dayak, yang tidak sembarangan masuk ke kota sambil membawa mandau, sumpit, atau panah. Senjata-senjata tersebut pada umumnya digunakan untuk berburu di hutan, dan mandau tidak dilepaskan dari kumpang (sarung) jika tak ada perihal yang penting atau mendesak.

Lantas di manakah budaya kekerasan dan keberingasan orang Dayak yang santer dibicarakan dan ditakuti itu? Ada satu perkara Panglima Burung turun gunung, yaitu ketika setelah terus-menerus bersabar dan kesabarannya itu habis. Panglima burung memang sosok yang sangat penyabar, namun jika batas kesabaran sudah melewati batas, perkara akan menjadi lain. Ia akan berubah menjadi seorang pemurka. Ini benar-benar menjadi penggambaran sempurna mengenai orang Dayak yang ramah, pemalu, dan penyabar, namun akan berubah menjadi sangat ganas dan kejam jika sudah kesabarannya sudah habis. Panglima Burung yang murka akan segera turun gunung dan mengumpulkan pasukannya. Ritual–yang di Kalimankan Barat dinamakan Mangkuk Merah–dilakukan untuk mengumpulkan prajurit Dayak dari saentero Kalimantan. Tarian-tarian perang bersahut-sahutan, mandau melekat erat di pinggang. Mereka yang tadinya orang-orang yang sangat baik akan terlihat menyeramkan. Senyum di wajahnya menghilang, digantikan tatapan mata ganas yang seperti terhipnotis. Mereka siap berperang, mengayau–memenggal dan membawa kepala musuh. Inilah yang terjadi di kota Sampit beberapa tahun silam, ketika pemenggalan kepala terjadi di mana-mana hampir di tiap sudut kota.

Meskipun kejam dan beringas dalam keadaan marah, Penglima Burung sebagaimana halnya orang Dayak tetap berpegang teguh pada norma dan aturan yang mereka yakini. Antara lain tidak mengotori kesucian tempat ibadah–agama manapun–dengan merusaknya atau membunuh di dalamnya. Karena kekerasan dalam masyarakat Dayak ditempatkan sebagai opsi terakhir, saat kesabaran sudah habis dan jalan damai tak bisa lagi ditempuh, itu dalam sudut pandang mereka. Pembunuhan, dan kegiatan mengayau, dalam hati kecil mereka itu tak boleh dilakukan, tetapi karena didesak ke pilihan terakhir dan untuk mengubah apa yang menurut mereka salah, itu memang harus dilakukan. Inilah budaya kekerasan yang sebenarnya patut ditakuti itu.

Kemisteriusan memang sangat identik dengan orang Dayak. Stereotipe ganas dan kejam pun masih melekat. Memang tidak semuanya baik, karena ada banyak juga kekurangannya dan kesalahannya. Terlebih lagi kekerasan, yang apapun bentuk dan alasannya–entah itu balas dendam, ekonomi, kesenjangan sosial, dan lain-lain–tetap saja tidak dapat dibenarkan. Mata dibalas mata hanya akan berujung pada kebutaan bagi semuanya. Terlepas dari segala macam legenda dan mitos, atau nyata tidaknya tokoh tersebut, Panglima Burung bagi saya merupakan sosok perlambang sejati orang Dayak.

Sumber: http://dayakunmul.wordpress.com/2012/01/17/pangkalima-burung/

Rumah Adat Betang Suku Dayak




(Rumah Adat Betang di Kuala Kapuas - Kalimantan Tengah)

Rumah betang adalah rumah adat khas Kalimantan yang terdapat di berbagai penjuru Kalimantan dan dihuni oleh masyarakat Dayak terutama di daerah hulu sungai yang biasanya menjadi pusat pemukiman suku Dayak.
Ciri-ciri Rumah Betang yaitu yaitu bentuk panggung dan memanjang.Panjangnya bisa mencapai30-150 meter serta lebarnya dapat mencapai sekitar 10-30 meter, memiliki tiang yang tingginya sekitar 3-5 meter.Biasanya Betang dihuni oleh 100-150 jiwa, Betang dapat dikatakan sebagai rumah suku, karena selain di dalamnya terdapat satu keluarga besar yang menjadi penghuninya dan dipimpin pula oleh seorang Pambakas Lewu.Bagian dalam betang terbagi menjadi beberapa ruangan yang bisa dihuni oleh setiap keluarga.
Pada suku Dayak tertentu, pembuatan rumah Betang atau rumah panjang haruslah memenuhi beberapa persyaratan berikut diantaranya pada hulunya haruslah searah dengan matahari terbit dan sebelah hilirnya ke arah matahari terbenam.Hal ini dianggap sebagai simbol dari kerja keras untuk bertahan hidup mulai dari matahari terbit hingga terbenam.Semua suku Dayak, terkecuali suku Dayak Punan yang hidup mengembara, pada mulanya berdiam dalam kebersamaan hidup secara komunal di rumah betang/rumah panjang, yang lazim disebut Lou, Lamin, Betang, dan Lewu Hante.Betang memiliki keunikan tersendiri. Keunikan dari rumah betang bisa dijelaskan sebagai berikut
Rumah betang bentuknya memanjang serta terdapat sebuah tangga dan pintu masuk ke dalam betang.Tangga sebagai alat penghubung pada betang dinamakan hejot.Betang yang dibangun tinggi dari permukaan tanah dimaksudkan untuk menghindari hal-hal yang meresahkan para penghuni betang, seperti menghindari musuh yang dapat datang tiba-tiba, binatang buas, ataupun banjir yang terkadang datang melanda.Hampir semua betang dapat ditemui di pinggiran sungai-sungai besar yang ada di Kalimantan. Bangunan betang biasanya berukuran besar, panjangnya dapat mencapai Betang di bangun menggunakan bahan kayu yang berkualitas tinggi, yaitu kayu ulin, selain memiliki kekuatan yang bisa berdiri sampai dengan ratusan tahun, kayu ini juga anti rayap.

Pada halaman depan betang biasanya terdapat balai sebagai tempat menerima tamu maupun sebagai tempat pertemuan adat. Pada halaman depan betang selain terdapat balai juga dapat dijumpai sapundu. Sapundu merupakan sebuah patung atau totem yang pada umumnya berbentuk manusia yang memiliki ukiran-ukiran yang khas. Sapundu memiliki fungsi sebagai tempat untuk mengikatkan binatang-binatang yang akan dikurbankan untuk prosesi upacara adat. Terkadang terdapat juga patahu di halaman betang yang berfungsi sebagai rumah pemujaan.
Pada bagian belakang dari betang dapat ditemukan sebuah balai yang berukuran kecil yang dinamakan tukau yang digunakan sebagai gudang untuk menyimpan alat-alat pertanian, seperti lisung atau halu.Pada betang juga terdapat sebuah tempat yang dijadikan sebagai tempat penyimpanan senjata, tempat itu biasa disebut bawong. Pada bagian depan atau bagian belakang betang biasanya terdapat pula sandung. Sandung adalah sebuah tempat penyimpanan tulang-tulang keluarga yang sudah meninggal serta telah melewati proses upacara tiwah. 

Makna dan Nilai Rumah Betang

Rumah Panjang/Rumah Betang bagi masyarakat Dayak tidak saja sekedar ungkapan legendaris kehidupan nenek moyang, melainkan juga suatu pernyataan secara utuh dan konkret tentang tata pamong desa, organisasi sosial serta sistem kemasyarakatan, sehingga tak pelak menjadi titik sentral kehidupan warganya. Sistem nilai budaya yang dihasilkan dari proses kehidupan rumah panjang, menyangkut soal makna dari hidup manusia; makna dari pekerjaan; karya dan amal perbuatan; persepsi mengenai waktu; hubungan manusia dengan alam sekitar; soal hubungan dengan sesama.Dapat dikatakan bahwa rumah betang memberikan makna tersendiri bagi masyarakat Dayak. Rumah betang adalah pusat kebudayaan mereka karena di sanalah seluruh kegiatan dan segala proses kehidupan berjalan dari waktu ke waktu.

Rumah betang memang bukan sebuah hunian mewah dengan aneka perabotan canggih seperti yang diidamkan oleh masyarakat modern saat ini.Rumah betang cukuplah dilukiskan sebagai sebuah hunian yang sederhana dengan perabotan seadanya. Namun, dibalik kesederhanaan itu, rumah betang menyimpan sekian banyak makna dan sarat akan nilai-nilai kehidupan yang unggul. Tak dapat dipungkiri bahwa rumah telah menjadi simbol yang kokoh dari kehidupan komunal masyarakat Dayak. Dengan mendiami rumah betang dan menjalani segala proses kehidupan di tempat tersebut, masyarakat Dayak menunjukkan bahwa mereka juga memiliki naluri untuk selalu hidup bersama dan berdampingan dengan warga masyarakat lainnya. Mereka mencintai kedamaian dalam komunitas yang harmonis sehingga mereka berusaha keras untuk mempertahankan tradisi rumah betang ini.Harapan ini didukung oleh kesadaran setiap individu untuk menyelaraskan setiap kepentingannya dengan kepentingan bersama. Kesadaran tersebut dilandasi oleh alam pikiran religio-magis, yang menganggap bahwa setiap warga mempunyai nilai dan kedudukan serta hak hidup yang sama dalam lingkungan masyarakatnya.

Rumah betang selain sebagai tempat kediaman juga merupakan pusat segala kegiatan tradisional warga masyarakat. Apabila diamati secara lebih seksama, kegiatan di rumah panjang menyerupai suatu proses pendidikan tradisional yang bersifat non-formal. Rumah betang menjadi tempat dan sekaligus menjadi sarana yang efektif bagi masyarakat Dayak untuk membina keakraban satu sama lain. Di tempat inilah mereka mulai berbincang-bincang untuk saling bertukar pikiran mengenai berbagai pengalaman, pengetahuan dan keterampilan satu sama lain. Hal seperti itu bukanlah sesuatu yang sukar untuk dilakukan, meskipun pada malam hari atau bahkan pada saat cuaca buruk sekalipun, sebab mereka berada di bawah satu atap.Demikianlah pengalaman, pengetahuan dan keterampilan diwariskan secara lisan kepada generasi penerus.Dalam suasana kehidupan rumah panjang, setiap warga selalu dengan sukarela dan terbuka terhadap warga lainnya dalam memberikan petunjuk dan bimbingan dalam mengerjakan sesuatu.Kesempatan seperti itu juga terbuka bagi kelompok dari luar rumah panjang. 


Kehidupan Komunal Di Rumah Betang

Rumah betang yang tersisa pada masyarakat Dayak merupakan contoh kehidupan budaya tradisional yang mampu bertahan dan beradaptasi dengan lingkungan. Kiranya perlu diungkapkan lebih jauh faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat Dayak dapat mempertahankan rumah betang mereka. Masyarakat Dayak memiliki naluri untuk selalu hidup bersama secara berdampingan dengan alam dan warga masyarakat lainnya. Mereka gemar hidup damai dalam komunitas yang harmonis sehingga berusaha terus bertahan dengan pola kehidupan rumah betang. Harapan ini didukung oleh kesadaran setiap individu untuk menyelaraskan kepentingannya dengan kepentingan bersama. Kesadaran tersebut dilandasi oleh alam pikiran religio-magis, yang menganggap bahwa setiap warga mempunyai nilai dan kedudukan serta hak hidup yang sama dalam lingkungan masyarakatnya. Dengan mempertahankan rumah betang, masyarakat Dayak tidak menolak perubahan, baik dari dalam maupun dari luar, terutama perubahan yang menguntungkan dan sesuai dengan kebutuhan rohaniah dan jasmaniah mereka.
Pola pemukiman rumah betang erat hubungannya dengan sumber-sumber makanan yang disediakan oleh alam sekitarnya, seperti lahan untuk berladang, sungai yang banyak ikan, dan hutan-hutan yang dihuni binatang buruan. Namun dewasa ini, ketergantungan pada alam secara bertahap sudah mulai berkurang. Masyarakat Dayak telah mulai mengenal perkebunan dan peternakan. Rumah betang menggambarkan keakraban hubungan dalam keluarga dan pada masyarakat. 

Seni Tradisional 

Rumah betang selain tempat kediaman juga merupakan pusat segala kegiatan tradisional warga masyarakat. Apabila diamati secara lebih seksama, kegiatan di rumah betang menyerupai proses pendidikan tradisional yang bersifat non formal. 
Dalam masyarakat Dayak terdapat pembagian tugas atau perbedaan dalam mengerjakan seni tradisional. Kaum pria terampil dalam ngamboh ( pandai besi ), menganyam, dan mengukir, sedangkan wanita lebih terampil dalam menenun dan menganyam yang halus. Dalam kelompok yang relatif kecil lebih mudah bagi setiap warga untuk berusaha menambah pengetahuan dan keterampilannya, sehingga mereka dapat berguna dalam masyarakat, sebab apabila mereka tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai mereka dianggap pemalas. 

Beberapa Aspek Penting Rumah Betang

Meski terbilang sangat sederhana dan jauh dari kesan mewah, rumah betang tetaplah menjadi hunian yang bernilai tinggi bagi masyarakat Dayak. Oleh karena itu sangat penting kiranya bagi kita untuk mencermati lebih jauh pandangan masyarakat Dayak mengenai rumah betang yang tercermin dalam beberapa aspek berikut ini:
Pertama, aspek penghunian.Rumah betang merupakan struktur multi-keluarga permanen dan terutama berfungsi sebagai tempat tinggal utama di samping rumah pondok di ladang.
Kedua, aspek hukum dan hak milik.Rumah panjang mempunyai aspek kepemilikan yang jelas.Terutama adalah hak kepemilikan semua keluarga secara bersama menguasai semua tanah diwilayah rumah panjang.Hak wilayah rumah panjang merupakan hak sekunder, sedangkan hak primer dipegang oleh tiap-tiap keluarga atau kelompok keluarga kecil yang memiliki ikatan kekerabatan.Rumah betang juga merupakan unit peradilan yang sangat penting.Acap kali pertikaian antar anggota rumah betang dapat diselesaikan oleh tetua adat secara internal. Satu hal yang menonjol adalah wewenang seseorang atau satu keluarga tertentu relatif kecil, yang jauh lebih penting adalah wewenang rumah panjang secara keseluruhan. Hal itu disebabkan adanya egalitarisme yang kuat dalam masyarakat Dayak.
Ketiga, aspek ekonomi.Rumah panjang memegang peranan penting dalam distribusi arus tenaga kerja dan hasil kerja antarkeluarga. Pemakaian tenaga kerja tambahan dari keluarga lain, merupakan kunci dari sistem perladangan yang mereka jalankan.
Bagian-bagian Rumah Betang

Berdasarkan kepercayaan suku Dayak ada ketentuan khusus dalampeletakan ruang pada Rumah Betang yaitu:
Pusat atau poros bangunan dimana tempat orang berkumpul melakukan berbagaimacam kegiatan baik itu kegiatan keagaman,sosial masyarakat dan lain-lain maka ruang los, harus berada ditengah bangunan.
Ruang tidur, harus disusun berjajar sepanjangbangunan Betang. Peletakan ruang tidur anak danorang tua ada ketentuan tertentu dimana ruangtidur orang tua harus berada paling ujung darialiran sungai dan ruang tidur anak bungsu harusberada pada paling ujung hilir aliran sungai, jadiruang tidur orang tua dan anak bungsu tidak bolehdiapit dan apabila itu dilanggar akan mendapatpetaka bagi seisi rumah. Bagian dapur harus menghadap aliran sungai, menurut mitos supaya mendapat rezeki. 


Tangga


Tangga dalam ruangan rumah adat Betang harus begrjumlah ganjil, tetapi umumnya berjumlah 3 yaitu berada di ujung kiri dan kanan, satu lagi di depan sebagai penanda atau ungakapan rasa solidariras menurut mitostergantung ukuran rumah, semakin besar ukuran rumah maka semakin banyak tangga. 
Pante adalahlantaitempatmenjemur padi, pakaian, untuk mengadakan upacara adat lainya. Posisinya berada didepan bagian luar atap yeng menjorok ke luar. Lantai pante terbuatdari bahan bambu, belahan batang pinang, kayu bulatan sebesar pergelangan tangan atau dari batang papan.
Serambiadalah pintu masuk rumah setelah melewati pante yang jumlahnya sesuai dengan jumlah kepala keluarga. Di depan serambi ini apabila ada upacara adat kampung dipasang tanda khusus seperti sebatang bambu yang kulitnya diarut halus menyerupai jumbai-jumbai ruas demi ruas. Sami berfungsi ruang tamu sebagai tempat menyelenggarakan kegiatan warga yang memerlukan. 


Jungkar


Tidak seperti raungan yang pada umumnya harus ada. Sementara Jungkar sebagai ruan tambahan dibagian belakang bilik keluarga masing-masing yang atapnya menyambung atap rumah panjang atau ada kalanya bumbung atap berdiri sendiri tapi masih merupakan bagian dari rumah panjang. Jungkar ditempatkan di tangga masuk atau keluar bagi satu keluarga, agar tidak mengganggu tamu yang sedang bertandang. Jungkar yang atapnya menyambung pada atap rumah panjang dibuatkan tingaatn (ventilasi pada atap yang terbuka dengan ditopang/disanggah kayu) yang sewaktu hujan atau malam hari dapat ditutup kembali.


Sumber: http://kebudayaanindonesia.net/id/culture/1054/rumah-adat-betang

Minggu, 01 Desember 2013

Senjata Suku Bangsa Dayak

Sumber:  http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Dayak

Dalam kehidupan suku dayak, mereka memiliki beberapa senjata khas sukunya sendiri. Berikut beberapa senjata khas suku dayak:
  1. Sipet / Sumpitan. Merupakan senjata utama suku dayak. Bentuknya bulat dan berdiameter 2-3 cm, panjang 1,5 - 2,5 meter, ditengah-tengahnya berlubang dengan diameter lubang ¼ - ¾ cm yang digunakan untuk memasukan anak sumpitan (Damek). Ujung atas ada tombak yang terbuat dari batu gunung yang diikat dengan rotan dan telah di anyam. Anak sumpit disebut damek, dan telep adalah tempat anak sumpitan.
  2. Lonjo / Tombak. Dibuat dari besi dan dipasang atau diikat dengan anyaman rotan dan bertangkai dari bambu atau kayu keras.
  3. Telawang / Perisai. Terbuat dari kayu ringan, tetapi liat. Ukuran panjang 1 – 2 meter dengan lebar 30 – 50 cm. Sebelah luar diberi ukiran atau lukisan dan mempunyai makna tertentu. Disebelah dalam dijumpai tempat pegangan.
  4. Mandau. Merupakan senjata utama dan merupakan senjata turun temurun yang dianggap keramat. Bentuknya panjang dan selalu ada tanda ukiran baik dalam bentuk tatahan maupun hanya ukiran biasa. Mandau dibuat dari batu gunung, ditatah, diukir dengan emas/perak/tembaga dan dihiasi dengan bulu burung atau rambut manusia. Mandau mempunyai nama asli yang disebut “Mandau Ambang Birang Bitang Pono Ajun Kajau”, merupakan barang yang mempunyai nilai religius, karena dirawat dengan baik oleh pemiliknya. Batu-batuan yang sering dipakai sebagai bahan dasar pembuatan Mandau dimasa yang telah lalu yaitu: Batu Sanaman Mantikei, Batu Mujat atau batu Tengger, Batu Montalat.
  5. Dohong. Senjata ini semacam keris tetapi lebih besar dan tajam sebelah menyebelah. Hulunya terbuat dari tanduk dan sarungnya dari kayu. Senjata ini hanya boleh dipakai oleh kepala-kepala suku, Demang, Basir.

Masakan Khas Dayak

Seperti umumnya suku-suku di Nusantara, demikian pula suku Dayak, makanan utama mereka adalah nasi, yang dilengkapi dengan sayur mayur serta lauk pauknya. Uraian singkat cara suku Dayak mengolah bahan makanan untuk menjadi santapan harian mereka.

Beras
Padi yang diolah menjadi beras, kemudian ditanak hingga menjadi nasi, cara pengolahannya:
Bari atau nasi putih yang merupakan makanan pokok berasal dari beras dengan bermacam cara pengolahan untuk dapat dimakan. Dimasak dengan mempergunakan kenceng , kukusan yang terbuat dari rotan atau bamboo atau dibuat ketupat
Bari Tanihi yaitu nasi putih yang dimasak di dalam bambu, dan dibungkus dawen tewu . Biasanya memasak nasi dengan cara demikian ialah untuk bekal perjalanan jauh atau dalam upacara-upacara adat.

Bari Bahenda atau nasi kuning
Ketupat ialah nasi yang dimasak dalam ketupat yang terbuat dari daun kelapa muda yang dianyam atau dimasukkan dalam sejenis tumbuhan hutan yang bentuknya seperti ketupat. Biasanya ketupat dibuat untuk bekal perjalanan jauh atau dalam upacara-upacara adat.
Bari Sanga atau Bari Narang ialah nasi goreng. Biasanya dibuat untuk makan pagi. Cara pembuatan sama dengan cara pembuatan nasi goreng pada umumnya hanya minyak yang digunakan kadang-kadang menggunakan minyak tengkawang, kadang-kadang minyak babi.
Bubur Nasi, bubur yang terbuat dari beras yang diberi air dengan perbandingan satu banding empat, dicampur santan kelapa, gula merah dan madu.

Kangkuyau, bubur yang terbuat dari beras yang diberi air dengan perbandingan satu banding empat, diberi sedikit garam.

Pulut
Pulut atau ketan. Ada dua jenis ketan yaitu ketan hitam dan ketan putih.
Kenta, jenis panganan terbuat dari beras ketan yang baru saja dipanen. Cara membuatnya padi ketan yang baru saja mulai menguning, dipotong dan dikumpulkan, kemudian dimasak dalam periuk tanpa air, dan boleh juga diberi sedikit air sampai baunya wangi dan isinya menjadi lembek. Setelah itu didinginkan. Baru kemudian ditumbuk di lisung hingga bentuknya pipih, dan dibersihkan kulit padinya. Cara menyajikan yaitu kenta dicampur parutan kelapa dan gula.

Amping
Sejenis panganan yang terbuat dari ketan. Cara membuat amping hampir sama dengan cara membuat kenta, bedanya amping dibuat dari padi ketan yang telah kering dan dipilih padi ketan yang terbaik. Padi ketan yang telah kering digoreng tanpa minyak dalam kuali hingga beras dalam padi ketan tsb masak. Kemudian ditumbuk di lisung hingga berbentuk gepeng. Setelah kulit padi dibersihkan maka amping tersebut dapat dihidangkan dengan dicampur parutan kelapa dan gula pasir. Namun dapat juga dimakan bersama ikan asin atau wadi yang digoreng.

Lamang
Sejenis makanan yang dimasak di dalam bambu yang dilapisi daun pisang, diberi santan kelapa dan garam secukupnya.
Pulut Kukusan, jenis makanan yang terbuat dari beras ketan yang dikukus. Biasanya pulut kukusan dimakan bersama inti yaitu parutan kelapa yang dicampur gula merah dan dimasak di api.

Ubi Kayu
Kangkalut, makanan yang terbuat dari singkong. Cara membuatnya singkong dikupas, dibersihkan, dipotong dadu dicampur beras dan ditanak seperti menanak nasi.
Sangkuwai, makanan yang terbuat dari singkong. Cara membuat, singkong dikupas, dibersihkan, dipotong dadu, dicampur beras dengan perbandingan satu banding dua lalu dikukus hingga matang.
Goreng Jawau. Singkong dikupas, dicuci bersih, dipotong sepantasnya lalu digoreng dengan minyak kelapa, minyak tengkawang ataupun minyak babi.
Tapai Jawau, tape yang terbuat dari singkong. Caranya, singkong dikupas, dicuci bersih, dikukus. Setelah hangat-hangat kuku dicampur ragi ditutup rapat selama dua puluh empat jam dan siap dinikmati.
 
Sayur Mayur
Cara Membuat Masakan Sayur Berkuah
Dalam pengolahan sayur sayuran, suku Dayak sangat menggemari sayuran berkuah dengan bumbu-bumbu yang sama, hanya bahan yang berbeda-beda. Untuk bahan tertentu sayur berkuah akan lebih nikmat apabila ditambahkan santan kelapa. Bumbu-bumbu yang dibutuhkan pada umumnya sama yaitu serai, laos, lombok, kunir, suna, garam dan terasi.
Bahan masakan adalah sayuran sesuai selera dan ikan sungai yang berlemak. Untuk ikan bisa diganti ayam atau sapi, boleh juga daging babi. Cara membuat, semua bumbu diulek halus, dicampurkan pada ikan/ayam/sapi/babi, dimasukkan kuali, diberi sedikit air , diletakkan di atas api hingga mendidih. Setelah mendidih dimasukkan sayuran hingga matang dan siap disaji. Juhu dapat pula dibuat dari campuran beberapa jenis sayuran. Pada saat memasak maka sayur yang masaknya lebih lama dimasukkan lebih dahulu baru kemudian dimasukkan sayuran yang cepat matang.

Macam-macam Juhu:
Juhu Dawen kayu. Sayur berkuah dedaunan yang dapat dimakan.
Juhu Dawen Saretak. Sayur berkuah daun kacang panjang.
Juhu Ujau. Kuah umbut-umbutan
Juhu Tantimun. Kuah timun, biasanya ditambah sedikit santan kelapa.
Juhu Singkah. Kuah rotan muda, rasanya agak pahit.
Juhu Enyoh. Kuah kelapa muda.
Juhu Singkah Enyoh. Kuah batang kelapa muda.
Juhu Singkah Hambie. Kuah batang rumbia muda.
Juhu Bua Pisang. Gulai buah pisang muda, pakai santan.
Juhu Batang Pisang. Gulai batang pisang, bersantan.
Juhu Kangkung. Gulai kangkung, bersantan.
Juhu Baluh Baputi. Kuah labu putih.
Juhu Baluh Bahenda. Kuah labu kuning, boleh bersantan boleh tidak.
Juhu Dawen jawau. Kuah daun singkong, boleh bersantan, boleh tidak.
Juhu Kujang. Gulai keladi diberi santan. Terkadang keladi bila dimasak terasa gatal, maka untuk menghilangkannya keladi dibersihkan, direbus dengan diberi garam secukupnya hingga mendidih dan kemudian airnya dibuang. Setelah itu ikan yang telah dicampur bumbu-bumbu, santan kelapa, keladi, ditambahkan daun nangka muda yang telah dipotong kecil-kecil tujuh lembar lalu diletakkan di atas api hingga matang. Apabila daun nangka muda tidak ada, penghilang gatal dapat diganti kerak nasi.
Juhu Kanas. Kuah buah nanas muda.
Juhu Mantela Mangur. Gulai pepaya muda, boleh bersantan, boleh tidak.
Juhu Lauk. Kuah ikan
Juhu Kamenyo. Kuah daun kamenyo, rasanya asam.
Juhu Leping. Kuah daun leping rasanya asam.
Juhu Tampuyak. Kuah durian yang telah diasinkan, rasanya asam.
Juhu Dahian. Kuah durian muda.
Juhu Asem. Kuah asam muda.
Juhu Galimbing Tunjuk. Kuah belimbing wuluh
Juhu Rimbang. Kuah rimbang, rasanya asam.
Juhu Kulat. Kuah cendawan
Juhu Uwi. Kuah ubi,boleh diberi santan, boleh juga idak.
Juhu Bajei. Kuah paku boleh diberi santan, boleh juga tidak
Juhu Kalakai. Kuah daun kalakai.
Juhu jagung Muda. Kuah jagung muda
Juhu Dawen Paria. Kuah daun Paria (pare)
Juhu Paria. Kuah paria (pare)
Juhu Taya/Bengkel. Kuah taya/bengkel, pahit rasanya

Dawen Mantela
Sayur daun kates muda, biasanya dicampur dengan lemak babi.

Luntuh Dawen Mantela dengan Pancuk Daun pepaya muda direbus dan dimakan bersama pancuk yang berarti sambel terasi yangddibuat dari lombok, terasi, garam, diulek dan ditambah air jeruk nipis.
Luntuh Dawen Jawau dengan Pancuk Daun ubi kayu muda, jangan dilepaskan dari tangkai yang masih muda, dicuci bersih, direbus dan dimakan bersama sambal yang terbuat dari lombok merah, garam, terasi, diulek dan diberi air jeruk nipis.

Tepen Dawen jawau
Tepen dawen jawau ialah daun ubi kayu yang telah ditumbuk halus dilisung. Babi berlemak dipotong kecil-kecil dicampur bumbu, diberi air sedikit dan santan kelapa, diletakkan di api. Apabila telah mendidih dimasukkan daun ubi kayu yang telah dihaluskan sampai matang siap dihidangkan. Bumbunya harus dihaluskan terlebih dahulu. Bumbunya antara lain lombok, kunir, laos, serai, suna, bila tidak ada suna boleh diganti bawang merah, terasi dan garam. Cara lain boleh juga semua bahan diletakkan di wajan dan dimasak hingga kuahnya hampir kering.


Terong Mapui
Terong ungu yang sedang besarnya, dibakar dengan kulitnya hingga matang dan menjadi lembek. Kemudian siapkan lombok rawit, terasi, garam, serei, diulek halus, ditambah ikan bakar yang berlemak dan terong bakar, ditekan pelan-pelan sampai tercampur.

Lauk Pauk

Jenis-jenis binatang yang dimakan:
1). Jenis-jenis ikan
2). Sapi
3). Babi hutan, babi yang dipelihara
4). Kerbau, hadangan, hurangan
5). Rusa, manjangan, payau, bengau
6). Kijang atau karahau, kancil atau pelanduk
7). Ayam atau manuk, ayam alas atau ayam hutan
8). Itik, bebek, angsa atau japun
9). Bermacam-macam burung
10). Bermacam-macam ular, antara lain ular payahe atau paraca, panganen atau ular sawah, depong, marawak, dan lain-lain
11). Bajai atau buaya, biawak, sambuk, muhe, dan jenis lainnya
12). Orang Hutan, kahiu atau alas, beruk
13). Bulus, bioko, kura-kura
14). Landak


Jenis Masakan 
Sangan
Sangan ialah masakan yang terbuat dari ikan atau babi atau sapi. Setelah bahan dibersihkan dan dipotong sesuai selera, dicampurkan dengan bumbu-bumbu yang terdiri dari ulekan garam, laos, kunir,serai, terasi, jahe, lombok. Setelah itu digoreng dengan menggunakan minyak kelapa atau minyak babi.


Sumber: http://putratunggaldayak1.wordpress.com/masakan-khas-dayak/