Sabtu, 26 Oktober 2013

Misteri Mandau Senjata Sakti Masyarakat Suku Dayak


http://anehdidunia.com
Mandau adalah salah satu senjata suku Dayak yang merupakan pusaka turun temurun dan dianggap sebagai barang keramat atau memiliki kesaiktian.Selain itu mandau juga merupakan alat untuk memotong dan menebas tumbuh-tumbuhan dan benda-benda lainnya, karena nyaris sebagian besar kehidupan seharian orang Dayak berada di hutan, maka mandau selalu berada dan diikatkan pada pinggang mereka. Mandau, Senjata Sakti Pusaka Suku Dayak. Suku Dayak adalah suku yang gemar sekali berpetualang, sehingga untuk memberi kenyamanan dalam perjalanannya seorang putra dayak akan melengkapi dirinya dengan senjata. Salah satu senjata yang pasti dibawa dalam sebuah perantauan adalah mandau. Mandau, Senjata Sakti Pusaka Suku Dayak.

Kalimantan adalah salah satu dari 5 pulau besar yang ada di Indonesia. Kalimantan merupakan “daerah asal” suku Dayak. Di kalangan orang Dayak sendiri satu dengan lainnya menumbuh-kembangkan kebudayaan tersendiri. Dengan perkataan lain, kebudayaan yang ditumbuh-kembangkan oleh Dayak-Iban tidak sama persis dengan kebudayaan yang ditumbuh-kembangkan Dayak-Punan dan seterusnya. Namun demikian, satu dengan lainnya mengenal atau memiliki senjata khas Dayak yang disebut sebagai mandau. Mandau, Senjata Sakti Pusaka Suku Dayak. Dalam kehidupan sehari-hari senjata ini tidak lepas dari pemiliknya. Artinya, kemanapun ia pergi mandau selalu dibawanya karena mandau juga berfungsi sebagai simbol kehormatan dan jatidiri. Mandau, Senjata Sakti Pusaka Suku Dayak.
Mandau, Senjata Sakti Pusaka Suku Dayak ini dipercayai memiliki tingkat-tingkat kampuhan atau kesaktian. Kesaktian Mandau ini tidak hanya diperoleh dari proses pembuatannya yang melalui ritual-ritual tertentu, tetapi juga diperoleh dari pengayauan (pemenggalan kepala lawan-red). Semakin banyak orang yang berhasil di-kayau, mandau itu semakin sakti. Sebagian rambut kepala yang berhasil dikayau biasanya digunakan untuk menghias gagang mandaunya. Mereka percaya bahwa roh orang yang mati karena dikayau akan mendiami mandau sehingga mandau tersebut menjadi sakti.

Bilah mandau terbuat dari lempengan besi yang ditempa hingga berbentuk pipih-panjang dan berujung runcing. Salah satu sisi mata bilahnya diasah tajam, sedangkan sisi lainnya dibiarkan sedikit tebal dan tumpul. Beberapa jenis bahan yang dapat digunakan untuk membuat mandau, yaitu: besi montallat, besi matikei, dan besi baja yang diambil dari per mobil, bilah gergaji mesin, cakram kendaraan, dan lain sebagainya. Menurut cerita masyarakat dayak, mandau yang paling baik mutunya adalah yang dibuat dari batu gunung yang dilebur khusus sehingga besinya sangat kuat dan tajam serta hiasannya diberi sentuhan emas, perak, atau tembaga. Mandau jenis ini hanya dibuat oleh orang-orang tertentu.
http://anehdidunia.com
Sedangkan Gagang atau hulu mandau terbuat dari tanduk rusa yang diukir menyerupai kepala burung. Seluruh permukaan gagangnya diukir dengan berbagai motif seperti: kepala naga, paruh burung, pilin, dan kait. Pada ujung gagang ada pula yang diberi hiasan berupa bulu binatang atau rambut manusia. Bentuk dan ukiran pada gagang mandau ini dapat membedakan tempat asal mandau dibuat, suku, serta status sosial pemiliknya.

Sementara Sarung mandau atau yang biasa disebut kumpang biasanya terbuat dari lempengan kayu tipis. Bagian atas dilapisi tulang berbentuk gelang. Bagian tengah dan bawah dililit dengan anyaman rotan sebagai penguat apitan. Sebagai hiasan, biasanya ditempatkan bulu burung baliang, burung tanyaku, manik-manik dan terkadang juga diselipkan jimat. Selain itu, mandau juga dilengkapi dengan sebilah pisau kecil bersarung kulit yang diikat menempel pada sisi sarung dan tali pinggang dari anyaman rotan.

Jika dicermati secara seksama, di dalam pembuatan mandau, mengandung nilai-nilai yang pada gilirannya dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari bagi kehidupan masyarakat. Nilai-nilai itu antara lain: keindahan (seni), ketekunan, ketelitian, dan kesabaran. Nilai keindahan tercermin dari bentuk-bentuk mandau yang dibuat sedemikian rupa, sehingga memancarkan keindahan. Sedangkan, nilai ketekunan, ketelitian, dan kesabaran tercermin dari proses pembuatannya yang memerlukan ketekunan, ketelitian, dan kesabaran. Tanpa nilai-nilai tersebut tidak mungkin akan terwujud sebuah mandau yang indah dan sarat makna.

Kamis, 24 Oktober 2013

“Kalakai” Sayuran Lokal Potensial dan Kaya Manfaat

Kalimantan Tengah mempunyai luas sekitar 15,4 juta hektar yang terdiri dari beberapa agroekosistem yang mendukung pertumbuhan berbagai jenis tanaman sehingga tidaklah berlebihan kalau daerah ini dikatakan sebagai daerah dengan keragaman plasma nutfah yang tinggi. Salah satu jenis tanaman yang termasuk plasma nutfah dan merupakan sumber pangan yaitu kalakai (Stenochlaena palutris).

Kalakai merupakan tanaman jenis pakis atau paku-pakuan, termasuk dalam famili pteridaceae yang banyak tumbuh dan berkembang di Kalimantan Tengah. Tanaman ini mempunyai masa panen yang relatif singkat (4-6 hari) artinya dalam jangka waktu tersebut dapat dilakukan panen kembali, dan tumbuh baik pada daerah-daerah yang mempunyai kelembaban tinggi seperti lahan gambut (Mirmanto, 2003). Di Kalimantan Tengah, luas area tumbuh tanaman ini diperkirakan mencapai ribuan hektar yang tersebar dalam bentuk spot-spot di beberapa Kabupaten, seperti Gunung Mas, Katingan, Barito Timur, dan Barito Utara.


Belum banyak penelitian tentang kalakai, namun dilaporkan oleh Irawan et al (2003) bahwa kalakai mengandung Fe yang tinggi dan kaya vitamin C dan beta-karotin. Dari aspek ekonomi, tanaman ini juga mampu memberikan tambahan penghasilan bagi masyarakat pencari kalakai. Di pasar tradisional Kalimantan Tengah, setiap ikat (sekitar 200 g) kalakai berharga Rp 1.000,- hingga Rp 1.500,-.

Secara garis besar terdapat 2 (dua) jenis kalakai, yakni kalakai merah dan kalakai hijau. Kalakai merah adalah jenis pakis/paku-pakuan dengan warna kemerah-merahan, sedang kalakai hijau adalah jenis pakis/paku-pakuan dengan warna hijau muda. Kalakai merah lebih banyak dimanfaatkan masyarakat untuk tujuan konsumsi.

Kalakai berkembang secara vegetatif dengan kemampuan yang cukup tinggi. Terdapat perbedaan kecepatan pertumbuhan antara pada musim kemarau dengan musim hujan. Pada musim kemarau kecepatan pertumbuhan kalakai lebih lambat dibanding musim hujan. Hal ini disebabkan adanya perbedaan kemampuan memproduksi biomas dan terbatasnya jumlah air yang dapat dimanfaatkan (Rahajoe dan Kohyama, 2003).

Kalakai merupakan salah satu dari beberapa sayuran tradisional khas Kalimantan Tengah. Kalakai biasanya dikonsumsi dalam bentuk sayur. Bagian tanaman yang dipanen adalah bagian pucuk atau ujung dengan panjang sekitar 15 cm. Bagian ini relatif lunak dan mudah dipatahkan, sedangkan bagian batang yang lebih bawah terksturnya lebih keras.

Kalakai memiliki beberapa manfaat, yaitu Kalakai yang berwarna merah sangat potensial untuk mengatasi anemia (kekurangan zat besi). Menurut Irawan et al. (2003) dari analisis gizi diketahui bahwa kalakai merah mengandung Fe yang tinggi (41,53 ppm), Cu (4,52 ppm), vitamin C (15,41 mg/100g), protein (2,36%), beta karoten (66,99 ppm), dan asam folat (11,30 ppm). Secara turun temurun, masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah memanfaatkan tanaman kalakai untuk tujuan merangsang produksi ASI bagi ibu-ibu yang baru melahirkan. Hal ini mungkin disebabkan nilai gizi kalakai yang banyak mengandung Fe (Irawan et al., 2003). Unsur Fe diketahui bermanfaat dalam mengatasi masalah anemia, sehingga mengkonsumsi kalakai dapat menambah volume darah, sehingga merangsang produksi ASI.

Sumber:  http://kalteng.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&view=article&id=185:kalakai-sayuran-lokal-potensial-dan-kaya-manfaat&catid=28:artikel&Itemid=80

Keindahan Paru-paru Dunia di Kalimantan Tengah

Dengan hutan hujannya yang luas, pulau Kalimantan disebut sebagai paru-paru dunia. Terutama Kalimantan Tengah, yang merupakan provinsi terbesar kedua di pulau ini. Hampir seluruh kawasannya tertutup rimba tropis.
Sebagian wilayahnya berada di pegunungan, sementara lainnya dilingkupi pepohonan rindang dan beragam satwa liar. Ibukotanya Palangkaraya, seperti dikutip dari Burufly, dalam bahasa Dayak Palangka berarti wadah dan raya berarti suci.
Sungai Kahayan melintasi kota ini, sebagai jalur transportasi utama sejak masa lalu. Mengarah ke hulu di Bukit Rawi, sebelah utara Palangkaraya, terdapat bangunan antik Sandung dan Sapunduk. Sandung merupakan struktur kayu
tempat abu jenazah disimpan. Sedangkan Sapunduk adalah patung yang berfungsi sebagai pilar tempat penduduk menambatkan sapi atau kerbau selama upacara berlangsung.



Mayoritas suku Dayak di Kalimantan Tengah adalah rumpun Ngaju, Ot Danum dan Ma’ayan. Sebagian besar masih menganut Kaharingan, sebuah kepercayaan kuno yang dianut turun temurun.
Mereka tinggal di rumah betang. Bentuk dan ukurannya sesuai dengan gaya hidup suku Dayak yang menyukai kehidupan komunal bersama anggota suku dan keluarga.
Pilar penyangga rumah betang yang tinggi melindungi mereka dari gangguan binatang hutan. Panjangnya antara 30 hingga 100 meter. Betang menyimbolkan harmoni, kesatuan, dan keadilan. Terbuat dari kayu besi dan beratapkan daun palem, rumah yang kuat dan tahan lama ini sebagian besar telah dihuni selama dari generasi ke generasi.
Berada di sepanjang sungai Kahayan, Taman Nasional Tangkiling adalah rumah bagi beberapa hewan yang terancam punah seperti orangutan dan leopard. Dialiri juga oleh sungai Katingan dan Rungan dan dikelilingi hutan yang sangat lebat, Taman Nasional Tangkiling National memiliki semua yang diinginkan oleh pencinta petualangan alam.
Permata lainnya adalah Kualakapuas yang berada di mulut sungai Kapuas, tempat pulau Telo yang dihuni para nelayan. Danau Malawen dekat Buntok juga menarik untuk kegiatan memancing. Ada Muara Teweh di kabupaten Barito Utara mengoperasikan pesawat kecil untuk menghubungkan kawasan yang cukup terpencil ini dengan kota-kota lain.
Kota ini merupakan rumah dari Tumenggung Suropati, pejuang dan salah satu kepala suku Dayak yang paling dihormati. Rumah panjang di Kunut Paraci dan Orung Apat sangat menarik untuk dikunjungi. Kunjungi juga Benteng Beras Kuning di Murung.
Pangkalanbun Kota kecil Pangkalanbun sekarang cukup disibukan sebagai tempat transit jalur darat, air dan udara menuju kawasan tengah Kalimantan. Sempatkan untuk datang ke Istana Pangkalanbun. Bangunan berusia 200 tahun ini seluruhnya terbuat dari kayu ulin dan pernah ditinggali oleh keluarga kerajaan Banjar.














Untuk menuju Taman Nasional Tanjung Puting, tempat Camp Leakey berada, Pangkalanbun adalah tempat terbaik. Camp Leakey adalah kawasan dataran rendah dengan hutan dan rawa-rawa. Tempat hunian beragam hewan endemik mulai dari orangutan, owa-owa, monyet liar, bekantan serta beragam spesies burung seperti burung elang dan rangkong, yang semuanya hidup dengan bebas di Tanjung Puting.
Selepas dari pelabuhan Kumai telusuri sungai dengan pemandangan yang spektakuler. Jika beruntung, Anda dapat bertemu langsung dengan lumba-lumba sungai yang sedang bermain air.

Sumber:  http://www.beritasatu.com/food-travel/145171-keindahan-paruparu-dunia-di-kalimantan-tengah.html

Rabu, 23 Oktober 2013

Seni Tari Masyarakat Suku Dayak

Seni tari masyarakat suku dayak dibagi menjadi beberapa tarian. Berikut adalah beberapa tarian khas yang dimiliki oleh masyarakat suku dayak.

1. Tari Gantar
Tarian yang menggambarkan gerakan orang menanam padi. Tongkat menggambarkan kayu penumbuk sedangkan bambu serta biji-bijian didalamnya menggambarkan benih padi dan wadahnya.



Tarian ini cukup terkenal dan sering disajikan dalam penyambutan tamu dan acara-acara lainnya.Tari ini tidak hanya dikenal oleh suku Dayak Tunjung namun juga dikenal oleh suku Dayak Benuaq. Tarian ini dapat dibagi dalam tiga versi yaitu tari Gantar Rayatn, Gantar Busai dan Gantar Senak/Gantar Kusak.

2. Tari Kancet Papatai / Tari Perang

Tarian ini menceritakan tentang seorang pahlawan Dayak Kenyah berperang melawan musuhnya. Gerakan tarian ini sangat lincah, gesit, penuh semangat dan kadang-kadang diikuti oleh pekikan si penari.


Dalam tari Kancet Pepatay, penari mempergunakan pakaian tradisionil suku Dayak Kenyah dilengkapi dengan peralatan perang seperti mandau, perisai dan baju perang. Tari ini diiringi dengan lagu Sak Paku dan hanya menggunakan alat musik Sampe.




3. Tari Kancet Ledo / Tari Gong
Jika Tari Kancet Pepatay menggambarkan kejantanan dan keperkasaan pria Dayak Kenyah, sebaliknya Tari Kancet Ledo menggambarkan kelemahlembutan seorang gadis bagai sebatang padi yang meliuk-liuk lembut ditiup oleh angin.

Tari ini dibawakan oleh seorang wanita dengan memakai pakaian tradisionil suku Dayak Kenyah dan pada kedua tangannya memegang rangkaian bulu-bulu ekor burung Enggang. Biasanya tari ini ditarikan diatas sebuah gong, sehingga Kancet Ledo disebut juga Tari Gong.

4. Tari Kancet Lasan
Menggambarkan kehidupan sehari-hari burung Enggang, burung yang dimuliakan oleh suku Dayak Kenyah karena dianggap sebagai tanda keagungan dan kepahlawanan. Tari Kancet Lasan merupakan tarian tunggal wanita suku Dayak Kenyah yang sama gerak dan posisinya seperti Tari Kancet Ledo, namun si penari tidak mempergunakan gong dan bulu-bulu burung Enggang dan juga si penari banyak mempergunakan posisi merendah dan berjongkok atau duduk dengan lutut menyentuh lantai. Tarian ini lebih ditekankan pada gerak-gerak burung Enggang ketika terbang melayang dan hinggap bertengger di dahan pohon.


5.Tari Leleng
Tarian ini menceritakan seorang gadis bernama Utan Along yang akan dikawinkan secara paksa oleh orangtuanya dengan pemuda yang tak dicintainya. Utan Along akhirnya melarikan diri kedalam hutan. Tarian gadis suku Dayak Kenyah ini ditarikan dengan diiringi nyanyian lagu Leleng.


6. Tari Hudoq
Tarian ini dilakukan dengan menggunakan topeng kayu yang menyerupai binatang buas serta menggunakan daun pisang atau daun kelapa sebagai penutup tubuh penari. Tarian ini erat hubungannya dengan upacara keagamaan dari kelompok suku Dayak Bahau dan Modang. Tari Hudoq dimaksudkan untuk memperoleh kekuatan dalam mengatasi gangguan hama perusak tanaman dan mengharapkan diberikan kesuburan dengan hasil panen yang banyak.

7. Tari Hudoq Kita’
Tarian dari suku Dayak Kenyah ini pada prinsipnya sama dengan Tari Hudoq dari suku Dayak Bahau dan Modang, yakni untuk upacara menyambut tahun tanam maupun untuk menyampaikan rasa terima kasih pada dewa yang telah memberikan hasil panen yang baik. Perbedaan yang mencolok anatara Tari Hudoq Kita’ dan Tari Hudoq ada pada kostum, topeng, gerakan tarinya dan iringan musiknya. Kostum penari Hudoq Kita’ menggunakan baju lengan panjang dari kain biasa dan memakai kain sarung, sedangkan topengnya berbentuk wajah manusia biasa yang banyak dihiasi dengan ukiran khas Dayak Kenyah. Ada dua jenis topeng dalam tari Hudoq Kita’, yakni yang terbuat dari kayu dan yang berupa cadar terbuat dari manik-manik dengan ornamen Dayak Kenyah.

8. Tari Serumpai
Tarian suku Dayak Benuaq ini dilakukan untuk menolak wabah penyakit dan mengobati orang yang digigit anjing gila. Disebut tarian Serumpai karena tarian diiringi alat musik Serumpai (sejenis seruling bambu).a kita memanfaatkan dan mengelolanya.

9. Tari Belian Bawo
Upacara Belian Bawo bertujuan untuk menolak penyakit, mengobati orang sakit, membayar nazar dan lain sebagainya. Setelah diubah menjadi tarian, tari ini sering disajikan pada acara-acara penerima tamu dan acara kesenian lainnya. Tarian ini merupakan tarian suku Dayak Benuaq.

10. Tari Kuyang
Sebuah tarian Belian dari suku Dayak Benuaq untuk mengusir hantu-hantu yang menjaga pohon-pohon yang besar dan tinggi agar tidak mengganggu manusia atau orang yang menebang pohon tersebut.

11. Tari Pecuk Kina
Tarian ini menggambarkan perpindahan suku Dayak Kenyah yang berpindah dari daerah Apo Kayan (Kab. Bulungan) ke daerah Long Segar (Kab. Kutai Barat) yang memakan waktu bertahun-tahun.

12. Tari Datun
Tarian ini merupakan tarian bersama gadis suku Dayak Kenyah dengan jumlah tak pasti, boleh 10 hingga 20 orang. Menurut riwayatnya, tari bersama ini diciptakan oleh seorang kepala suku Dayak Kenyah di Apo Kayan yang bernama Nyik Selung, sebagai tanda syukur dan kegembiraan atas kelahiran seorang cucunya. Kemudian tari ini berkembang ke segenap daerah suku Dayak Kenyah.

13. Tari Ngerangkau
Tari Ngerangkau adalah tarian adat dalam hal kematian dari suku Dayak Tunjung dan Benuaq. Tarian ini mempergunakan alat-alat penumbuk padi yang dibentur-benturkan secara teratur dalam posisi mendatar sehingga menimbulkan irama tertentu.

14. Tari Baraga’ Bagantar
Awalnya Baraga’ Bagantar adalah upacara belian untuk merawat bayi dengan memohon bantuan dari Nayun Gantar. Sekarang upacara ini sudah digubah menjadi sebuah tarian oleh suku Dayak Benuaq.

Sumber:  http://danunazran.blogspot.com/2010/09/ciri-khas-suku-dayak-kalimantan-tengah.html

Senin, 21 Oktober 2013

Adat Istiadat Suku Dayak

     Dibawah ini ada beberapa adat istiadat bagi suku dayak yang masih terpelihara hingga kini, dan dunia supranatural Suku Dayak pada zaman dahulu maupun zaman sekarang yang masih kuat sampai sekarang. Adat istiadat ini merupakan salah satu kekayaan budaya yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia, karena pada awal mulanya Suku Dayak berasal dari pedalaman Kalimantan. Adat istiadat tersebut dibagi menjadi 3 yaitu:
  • Upacara Tiwah
   Upacara Tiwah merupakan acara adat suku Dayak. Tiwah merupakan upacara yang dilaksanakan untuk pengantaran tulang orang yang sudah meninggal ke Sandung yang sudah di buat. Sandung adalah tempat yang semacam rumah kecil yang memang dibuat khusus untuk mereka yang sudah meninggal dunia.
Upacara Tiwah bagi Suku Dayak sangatlah sakral, pada acara Tiwah ini sebelum tulang-tulang orang yang sudah mati tersebut di antar dan diletakkan ke tempatnya (sandung), banyak sekali acara-acara ritual, tarian, suara gong maupun hiburan lain. Sampai akhirnya tulang-tulang tersebut di letakkan di tempatnya (Sandung).
  • Dunia Supranatural
    Dunia Supranatural bagi Suku Dayak memang sudah sejak jaman dulu merupakan ciri khas kebudayaan Dayak. Karena supranatural ini pula orang luar negeri sana menyebut Dayak sebagai pemakan manusia ( kanibal ). Namun pada kenyataannya Suku Dayak adalah suku yang sangat cinta damai asal mereka tidak di ganggu dan ditindas semena-mena. Kekuatan supranatural Dayak Kalimantan banyak jenisnya, contohnya Manajah Antang. Manajah Antang merupakan cara suku Dayak untuk mencari petunjuk seperti mencari keberadaan musuh yang sulit di temukan dari arwah para leluhur dengan media burung Antang, dimanapun musuh yang di cari pasti akan ditemukan.

  • Mangkok Merah
    Mangkok merah merupakan media persatuan Suku Dayak. Mangkok merah beredar jika orang Dayak merasa kedaulatan mereka dalam bahaya besar. “Panglima” atau sering suku Dayak sebut Pangkalima biasanya mengeluarkan isyarat siaga atau perang berupa mangkok merah yang di edarkan dari kampung ke kampung secara cepat sekali. Dari penampilan sehari-hari banyak orang tidak tahu siapa panglima Dayak itu. Orangnya biasa-biasa saja, hanya saja ia mempunyai kekuatan supranatural yang luar biasa. Percaya atau tidak panglima itu mempunyai ilmu bisa terbang kebal dari apa saja seperti peluru, senjata tajam dan sebagainya.
Mangkok merah tidak sembarangan diedarkan. Sebelum diedarkan sang panglima harus membuat acara adat untuk mengetahui kapan waktu yang tepat untuk memulai perang. Dalam acara adat itu roh para leluhur akan merasuki dalam tubuh pangkalima lalu jika pangkalima tersebut ber “Tariu” ( memanggil roh leluhur untuk untuk meminta bantuan dan menyatakan perang ) maka orang-orang Dayak yang mendengarnya juga akan mempunyai kekuatan seperti panglimanya. Biasanya orang yang jiwanya labil bisa sakit atau gila bila mendengar tariu.
Orang-orang yang sudah dirasuki roh para leluhur akan menjadi manusia dan bukan. Sehingga biasanya darah, hati korban yang dibunuh akan dimakan. Jika tidak dalam suasana perang tidak pernah orang Dayak makan manusia. Kepala dipenggal, dikuliti dan di simpan untuk keperluan upacara adat. Meminum darah dan memakan hati itu, maka kekuatan magis akan bertambah. Makin banyak musuh dibunuh maka orang tersebut makin sakti.
Mangkok merah terbuat dari teras bambu (ada yang mengatakan terbuat dari tanah liat) yang didesain dalam bentuk bundar segera dibuat. Untuk menyertai mangkok ini disediakan juga perlengkapan lainnya seperti ubi jerangau merah (acorus calamus) yang melambangkan keberanian (ada yang mengatakan bisa diganti dengan beras kuning), bulu ayam merah untuk terbang, lampu obor dari bambu untuk suluh (ada yang mengatakan bisa diganti dengan sebatang korek api), daun rumbia (metroxylon sagus) untuk tempat berteduh dan tali simpul dari kulit kepuak sebagai lambang persatuan. Perlengkapan tadi dikemas dalam mangkok dari bambu itu dan dibungkus dengan kain merah.
Menurut cerita turun-temurun mangkok merah pertama beredar ketika perang melawan Jepang dulu. Lalu terjadi lagi ketika pengusiran orang Tionghoa dari daerah-daerah Dayak pada tahun 1967. pengusiran Dayak terhadap orang Tionghoa bukannya perang antar etnis tetapi lebih banyak muatan politisnya. Sebab saat itu Indonesia sedang konfrontasi dengan Malaysia.
Menurut kepercayaan Dayak, terutama yang dipedalaman Kalimantan yang disampaikan dari mulut ke mulut, dari nenek kepada bapak, dari bapak kepada anak, hingga saat ini yang tidak tertulis mengakibatkan menjadi lebih atau kurang dari yang sebenar-benarnya, bahwa asal-usul nenek moyang suku Dayak itu diturunkan dari langit yang ke tujuh ke dunia ini dengan “Palangka Bulau” ( Palangka artinya suci, bersih, merupakan ancak, sebagai tandu yang suci, gandar yang suci dari emas diturunkan dari langit, sering juga disebutkan “Ancak atau Kalangkang” ).

Sumber:  http://thinkquantum.wordpress.com/2009/11/01/adat-istiadat-suku-dayak/

Minggu, 20 Oktober 2013

Keterampilan Masyarakat Suku Dayak

Masyarakat Dayak terkenal dengan keterampilan yang dihasilkannya. Banyak sekali keterampilan-keterampilan yang bisa mereka buat, seperti beberapa anyaman dalam bentuk tas, tasnya pun memiliki berbagai macam bentuk ada yang bulat, persegi, segitiga dan lain sebagainya sesuai dengan keinginan pembeli. Selain keterampilan atau kreativitas dalam bentuk tas, masyarakat suku dayak juga terkenal dengan berbagai cendramata khas dayak seperti, patung-patung pasangan dayak dengan berbagai macam ukiran yang khas, berbagai macam selendang dengan ukiran khas dayak juga mandau, alat musik dan lain sebagainya. Dalam kehidupan pendesaan, tas-tas yang dianyam tadi digunakan sebagai sarana untuk mengangkat kebutuhan yang mereka peroleh, misalnya sayur-sayuran, buah-buahan dan lain sebagainya. 



          




Cendramata-cendramata yang dihasilkan masyarakat suku dayak pun sudah mulai dipublikasikan bahkan sudah bisa dibilang sebagai barang famous. Banyak orang-orang membeli dan menggunakannya sebagai oleh-oleh (souvenir) atau memang kebutuhan bagi pengunjung yang berada di dalam ruang lingkup kalimantan.








 Dengan kebiasaan dalam membuat berbagai macam keterampilan inilah kalimantan bisa dikenal oleh masyarakat luas. Masyarakat sebagai pengunjung, tidak usah takut dan cemas mengenai harga dalam pembelian barang-barang keterampilan tersebut, cukup dengan harga yang standar dan barang yang terbilang berkualitas, anda bisa menyenangkan diri anda dengan berbagai macam barang keterampilan tersebut.